Sebagian kalangan umat Islam dan Kristen melarang untuk mengikuti perayaan Imlek. Namun juga tak sedikit umat Islam dan Kristen keturunan Tionghoa tetap merayakan pergantian tahun China ini. Apakah Imlek itu memang ada kaitannya dengan ritual keagamaan tertentu, atau hanya kebudayaan dari bangsa China?
Jika membaca sejarah, perayaan Imlek memang tidak lepas dari peran para tokoh agama dari China. Setidaknya ada empat tokoh yang berperan penting dalam penggunaan kalender Imlek, yaitu Huang Di, Xia Yu (pendiri Dinasti Xia), Kong Zi dan Han Wu Di. Ketiga tokoh pertama merupakan nabi-nabi agama Konghucu. Sedangkan Han Wu Di adalah kaisar pertama yang menetapkan Konghucu sebagai agama Negara.
Jadi jelas bahwa kalender Imlek memang memiliki kaitan yang erat dengan Ru Jiao atau agama Konghucu.
Pengamat budaya Tionghoa Budiyono Tetrayoga menjelaskan bahwa pada masa silam tiap dinastiTiongkok memiliki kalender berbeda-beda. Penanggalan kerap dihitung ulang dari tahun 1 tiap kali sebuah dinasti berganti. Sewaktu dinasti Xia, dinasti yang pertama kali berdiri, masyarakatnya menggunakan kalender Xiali yang menggabungkan system lunar dan solar sekaligus.
Kemudian pada dinasti Zhou, Khong Hu Cu pernah mengusulkan agar kembali menggunakan kalender Xiali. Dengan begitu tidak perlu lagi membuat kalender penanggalan baru.
Sayangnya usulan Khong Hu Cu ditolak oleh pihak kerajaan. Namun lama setelah Kong Hu Cu meninggal usulan tersebut dijalankan. Tepatnya pada masa dinasti Han, raja yang berkuasa saat itu memutuskan agar tidak menghitung ulang tahun yang sudah berjalan.
Maka penanggalan lunar pun digunakan, dihitung sejak tahun kelahiran Khon Hu Cu, yaitu 551 sebelum masehi. Karena itulah, kalender lunar atau Imlek ini berpatokan pada hari kelahiran Khong Hu Cu. Jika perayaan Imlek pada tahun 2015, maka ditambah dengan 551, menjadi tahun baru Imlek ke 2566.
Banyak orang Budha dan Konghucu berdatangan ke wihara dan klenteng pada saat hari raya Imlek. Mereka mendatangi tempat peribadatan untuk sembahyang dan berdoa kepada dewa dan para leluhur mereka. Hal ini makin menguatkan persepsi kalau Imlek adalah termasuk perayaan ritual agama Konghucu atau Budha.
Padahal kita tahu bahwa hari raya umat Budha adalah Tri Suci Waisak. Sedangkan hari raya Konghucu adalah hari lahir Nabi Khong Hu Cu, hari wafatnya, dan hari Genta Rohani.
Perayaan Imlek merupakan pesta rakyat orang Tionghoa, yang dirayakan selama 15 hari dari tanggal satu Imlek hingga ditutup pada tanggal 15 melalui perayaan Cap Go Meh. Kalender Imlek menganut perhitungan penanggalan berdasarkan peredaran bulan (lunar calender). Tidak seperti kalender masehi yang berdasarkan peredaran matahari (solar calender).
Inti dari perayaan Imlek adalah mensyukuri anugerah yang telah diberikan Tuhan dan memohon perlindungan di masa mendatang. Selain itu Imlek juga dijadikan sarana untuk saling mengunjungi kerabat. Biasanya yang muda mengunjungi yang tua, kemudian yang tua memberikan semacam hadiah yang biasa disebut angpao kepada yang muda.
Memang Imlek itu memiliki kaitan erat terutama dengan Konghucu, tapi sebenarnya Imlek bukan semata perayaan ritual keagamaan. Seperti juga dipastikan oleh Budiyono Tantrayoga yang juga Ketua Umum Dewan Klenteng Indonesia mengatakan bahwa Imlek sudah ada sejak ribuan tahun sebelum masehi. Bahkan sebelum orang-orang Tionghoa mengenal agama definitif seperti Tao dan Konghucu.
Perayaan Imlek yang juga disebut Chun Cie memberikan arti sebagai pesta musim semi. Di Tiongkok setiap tahun mengalami perubahan musim dari musim dingin yang suram menadi musim semi yang cerah dan sejuk. Saat pergantian musim inilah dianggap sebagai pengharapan baru bagi kehidupan. Maka sudah seharusnya masyarakat Tiongkok merayakan pergantian musim ini dengan rasa syukur dan saling mempererat hubungan.
"Perayaan musim semi sudah ada sejak zaman pra sejarah. Namun ajaran Tao dan Konghucu baru muncul sekitar tahun 600 atau 500 sebelum masehi, yaitu pada masa dinasti Zhou. Begitu juga Budah yang baru muncul pada tahun 65 masehi di era dinasti Han," jelas Budiyono.
Humas Perkumpulan Keagamaan dan Sosial Boen Tek Bio Kota Tanggerang Oey Tjin Eng memandang perayaan Imlek bisa dipandang sebagai perayaan agama tapi bisa juga hanya budaya. "Bagi yang beragama Konghucu, Imlek menjadi perayaan agama. Tapi bagi umat lain bak itu Islam atau Kristen keturunan Cina, Imlek bermakna budaya," paparnya.
Sementara tokoh agama Budha Biksu Dutavira Mahasthavira menegaskan kalau Imlek itu bukan termasuk perayaan ritual agama melainkan budaya Tionghoa. "Imlek sudah dirayakan sejak 7 ribu tahun silam. Imlek bukanlah agama melainkan sebuah budaya yang harus dirayakan demi menjaga nilai-nilai leluhur," katanya.
Jika membaca sejarah, perayaan Imlek memang tidak lepas dari peran para tokoh agama dari China. Setidaknya ada empat tokoh yang berperan penting dalam penggunaan kalender Imlek, yaitu Huang Di, Xia Yu (pendiri Dinasti Xia), Kong Zi dan Han Wu Di. Ketiga tokoh pertama merupakan nabi-nabi agama Konghucu. Sedangkan Han Wu Di adalah kaisar pertama yang menetapkan Konghucu sebagai agama Negara.
Jadi jelas bahwa kalender Imlek memang memiliki kaitan yang erat dengan Ru Jiao atau agama Konghucu.
Pengamat budaya Tionghoa Budiyono Tetrayoga menjelaskan bahwa pada masa silam tiap dinastiTiongkok memiliki kalender berbeda-beda. Penanggalan kerap dihitung ulang dari tahun 1 tiap kali sebuah dinasti berganti. Sewaktu dinasti Xia, dinasti yang pertama kali berdiri, masyarakatnya menggunakan kalender Xiali yang menggabungkan system lunar dan solar sekaligus.
Kemudian pada dinasti Zhou, Khong Hu Cu pernah mengusulkan agar kembali menggunakan kalender Xiali. Dengan begitu tidak perlu lagi membuat kalender penanggalan baru.
Sayangnya usulan Khong Hu Cu ditolak oleh pihak kerajaan. Namun lama setelah Kong Hu Cu meninggal usulan tersebut dijalankan. Tepatnya pada masa dinasti Han, raja yang berkuasa saat itu memutuskan agar tidak menghitung ulang tahun yang sudah berjalan.
Maka penanggalan lunar pun digunakan, dihitung sejak tahun kelahiran Khon Hu Cu, yaitu 551 sebelum masehi. Karena itulah, kalender lunar atau Imlek ini berpatokan pada hari kelahiran Khong Hu Cu. Jika perayaan Imlek pada tahun 2015, maka ditambah dengan 551, menjadi tahun baru Imlek ke 2566.
Banyak orang Budha dan Konghucu berdatangan ke wihara dan klenteng pada saat hari raya Imlek. Mereka mendatangi tempat peribadatan untuk sembahyang dan berdoa kepada dewa dan para leluhur mereka. Hal ini makin menguatkan persepsi kalau Imlek adalah termasuk perayaan ritual agama Konghucu atau Budha.
Padahal kita tahu bahwa hari raya umat Budha adalah Tri Suci Waisak. Sedangkan hari raya Konghucu adalah hari lahir Nabi Khong Hu Cu, hari wafatnya, dan hari Genta Rohani.
Perayaan Imlek merupakan pesta rakyat orang Tionghoa, yang dirayakan selama 15 hari dari tanggal satu Imlek hingga ditutup pada tanggal 15 melalui perayaan Cap Go Meh. Kalender Imlek menganut perhitungan penanggalan berdasarkan peredaran bulan (lunar calender). Tidak seperti kalender masehi yang berdasarkan peredaran matahari (solar calender).
Inti dari perayaan Imlek adalah mensyukuri anugerah yang telah diberikan Tuhan dan memohon perlindungan di masa mendatang. Selain itu Imlek juga dijadikan sarana untuk saling mengunjungi kerabat. Biasanya yang muda mengunjungi yang tua, kemudian yang tua memberikan semacam hadiah yang biasa disebut angpao kepada yang muda.
Memang Imlek itu memiliki kaitan erat terutama dengan Konghucu, tapi sebenarnya Imlek bukan semata perayaan ritual keagamaan. Seperti juga dipastikan oleh Budiyono Tantrayoga yang juga Ketua Umum Dewan Klenteng Indonesia mengatakan bahwa Imlek sudah ada sejak ribuan tahun sebelum masehi. Bahkan sebelum orang-orang Tionghoa mengenal agama definitif seperti Tao dan Konghucu.
Perayaan Imlek yang juga disebut Chun Cie memberikan arti sebagai pesta musim semi. Di Tiongkok setiap tahun mengalami perubahan musim dari musim dingin yang suram menadi musim semi yang cerah dan sejuk. Saat pergantian musim inilah dianggap sebagai pengharapan baru bagi kehidupan. Maka sudah seharusnya masyarakat Tiongkok merayakan pergantian musim ini dengan rasa syukur dan saling mempererat hubungan.
"Perayaan musim semi sudah ada sejak zaman pra sejarah. Namun ajaran Tao dan Konghucu baru muncul sekitar tahun 600 atau 500 sebelum masehi, yaitu pada masa dinasti Zhou. Begitu juga Budah yang baru muncul pada tahun 65 masehi di era dinasti Han," jelas Budiyono.
Humas Perkumpulan Keagamaan dan Sosial Boen Tek Bio Kota Tanggerang Oey Tjin Eng memandang perayaan Imlek bisa dipandang sebagai perayaan agama tapi bisa juga hanya budaya. "Bagi yang beragama Konghucu, Imlek menjadi perayaan agama. Tapi bagi umat lain bak itu Islam atau Kristen keturunan Cina, Imlek bermakna budaya," paparnya.
Sementara tokoh agama Budha Biksu Dutavira Mahasthavira menegaskan kalau Imlek itu bukan termasuk perayaan ritual agama melainkan budaya Tionghoa. "Imlek sudah dirayakan sejak 7 ribu tahun silam. Imlek bukanlah agama melainkan sebuah budaya yang harus dirayakan demi menjaga nilai-nilai leluhur," katanya.
source : merdeka.com
0 komentar:
Post a Comment